Label

Seni (14) Features (8) Informasi (8) Budaya (6) Puisi (5) Tokoh (4) Lensa (3) Sastra (3) Buku (2) Umum (2) Cerpen (1) Komunitas (1) Resensi (1)

Thursday, June 2, 2011

Lagu Daerah Dan Globalisasi


Rek ayo rek,
Mlaku-mlaku nang Tunjungan.....


Tidak asing tentunya, bagi masyarakat Surabaya dengan lagu itu. Hingga kini, lagu itu memang masih sangat dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat Surabaya sebagai salah satu dari sekian banyak lagu yang merupakan lagu daerah asal Surabaya.
Memang lagu itu mengandung semangat kedaerahan yang cukup kental, mulai dari pemakaian diksi yang berlogatkan Surabaya hingga lirik yang menggambarkan semangat Arek-Arek Suroboyo yang terkenal egaliter.
Sebagai bagian dari perkembangan peradaban, lagu daerah terbilang memegang peranan yang cukup penting. Memang, pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang suka akan keindahan serta keselarasan. Oleh karena itulah, kesenian menjadi hal yang senantiasa menyertai perkembangan peradaban manusia.
Tidak terkecuali juga musik atau tembang. Sebagai salah satu bagian dari kesenian, musik atau tembang merupakan salah satu bagian kesenian yang memang cukup bisa diterima oleh masyarakat. Buktinya, adalah dalam sejarah peradaban manusia, musik menjadi sarana penting dalam upaya aktualisasi diri. Oleh karena itulah tidak heran, jika awalnya, musik muncul sebagai sarana ritual yang bersifat sakral. Hal ini disebabkan bunyi-bunyian yang muncul dari berbagai alat yang diperlakukan secara khusus hingga menimbulkan bunyi, ternyata adalah hal yang menarik sekaligus ‘ajaib’. Inilah yang oleh manusia kemudian dianggap sebagai hal yang bersifat magic. Sejak itu kemudian, bagi sekelompok orang, irama dan nada tertentu dianggap memiliki kekuatan gaib. Sehingga muncul pula
Seiring dengan perkembangan peradaban serta kualitas intelektual manusia, musik pun mengalami banyak sekali metamorfosa. Tidak lagi bermuatan religius dan spritual. Musik menjadi bernuansa lebih profan. Itulah yang memunculkan anggapan bahwa musik itu universal.
Sebagai bagian dari perkembangan jaman, maka era yang oleh masyarakat kini kerap disebut sebagai era modern ini, musik-musik lama yang kerap disebut sebagai musik tradisi dicap sebagai musik kuno dan tidak mampu mengikuti apa kemauan jaman.
Padahal musik tradisi, merupakan identitas asli bangsa ini. Sebab melalui musik tersebut, sejarah dan semangat bangsa tergambar serta dapat dijadikan sebuah motivasi bagi generasi-generasi selanjutnya, sehingga muncul rasa bangga akan bangsa mereka sendiri.
Misalnya, lagu Rek Ayo Rek dan Semanggi Suroboyo yang memang kental dengan nuansa Surabaya. Selain itu juga lagu-lagu dari daerah lain seperti Tanduk Majeng (Madura), Bulan Andung-Andung (Banyuwangi) dan beberapa lagu-lagu daerah lain seperti Bengawan Solo, Gambang Suling, Dondhong Opo Salak, Gundhul Pacul, Lir Ilir, Pitik Tikung, dan lain sebagainya.
Lagu-lagu itu dikatakan sebagai lagu daerah, karena memang kebanyakan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantarnya. Selain itu, jika diperhatikan lebih detail, musik dan irama yang mengiringi lirik-lirik berbahasa daerah tersebut adalah musik dan irama yang bernuansakan etnik serta lokalitas daerah yang bersangkutan.
Inilah yang kemudian menjadi batasan sebuah lagu dapat dikatakan sebagai lagu daerah. Meski tidak bersifat formal, namun batasan ini secara tidak langsunng telah disepakati oleh banyak pihak, mulai dari musisi, pengamat, hingga masyarakat luas. Mereka seperti secara kompak menganggap sebuah lagu bisa dikatakan lagu daerah jika menggunakan bahasa daerah serta diiringi dengan menggunakan musik khas daerah.
Akan tetapi, kemudian muncul perdebatan, khususnya mengenai musik khas daerah. Bagi sebagian pengamat, dengan dalih multikultural yang dimiliki bangsa ini, kemudian mereka menganggap musik tidak bisa lantas dijadikan batasan bagi upaya identifikasi sebuah lagu daerah.
Hal ini disebabkan, di beberapa daerah, musik tentu saja memiliki perbedaan karakter di masing-masing daerah. Memang, tidak bisa disamaratakan, bahwa musik tradisi, khususnya yang ada di Jawa, pasti menggunakan gamelan sebagai instrumennya.
Dijelaskan oleh Sabar, S.Sn, seorang staf pengajar STKW, masing-masing daerah memiliki karakter dan tradisi bermusik yang berbeda-beda. Dicontohkannya, tradisi bermusik daerah Mataraman tentu sudah berbeda daerah Pandalungan. ”Gamelan Mataraman dengan Pandalungan sudah berbeda nadanya. Ini yang membuat kemudian musiknya terdengar tidak sama,” ujarnya.
Ditambahkannya, musik yang mengiringi sebuah lagu daerah selain merupakan hasil kreatifitas musisinya, juga merupakan tradisi yang pasti akan diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya. ”Di Gresik, dan Bawean misalnya. Tradisi musik Duk-Duk tentu akan terus dipakai sebagai identitas lokal daerah mereka. Karena itu sudah menjadi tradisi,” tambahnya.
Selain itu, tidak berbeda dengan pernyataan Sabar, Kukuh Setyo Budi, seorang seniman tradisi juga berpendapat bahwa yang pasti bisa dijadikan batasan lagu daerah adalah hanya aspek bahasa saja. Menurutnya, bahasa daerah yang dipakai seorang musisi dalam lagu-lagunya adalah memang untuk menegaskan bahwa lagu tersebut memang tergolong lagu daerah.
Tuturnya, bahasa daerah merupakan syarat wajib bagi sebuah lagu daerah. Setidaknya, meski tidak seluruh lirik menggunakan bahasa daerah, namun semangat yang mungkin menurut Kukuh bisa dituangkan dalam wujud logat sudah bisa menjadi patron dalam identifikasi sebuah lagu daerah.
Sedangkan musik, baginya yang juga merupakan seorang pencipta lagu daerah, lebih merupakan buah eksplorasi dari seorang musisi. Inilah yang menurutnya, musik yang meruapakan rangkaian dari titi nada tidak bisa dijadikan sebuah batasan bagi sebuah lagu bisa dikatakan sebagai lagu daerah.
Dirinya mencontohkan, pentatonis, sebagai irama yang yang memang mendominasi lagu daerah tidak bisa lantas dijadikan sebagai patokan lagu daerah. Buktinya banyak pula lagu daerah yang memang diciptakan dengan nada dasar pentatonis, bisa dimodifikasi sedemikian rupa menjadi diatonis. ”Dengan tanpa menghilangkan ruh slendro-nya, sebuah lagu daerah bisa lho jadi pelog,” terangnya.
Jadi, sebenarnya, lagu daerah yang memang dikhawatirkan akan luntur ditelan arus modernitas, tentunya tidak akan terjadi. Apalagi melihat kondisi sekarang, yang memang sudah banyak bermunculan lagu-lagu dengan mengangkat tema lokal kedaerahan masing-masing, menunjukkan indikasi bahwa lagu-lagu daerah semakin banyak peminat dan pendengarnya. Ini mirip dengan optimismedari musisi dan pencipta lagu Jawa, Didi Kempot. ”Lagu daerah masuk industri musik, kenapa engga?” ujarnya.

No comments:

Post a Comment