Label

Seni (14) Features (8) Informasi (8) Budaya (6) Puisi (5) Tokoh (4) Lensa (3) Sastra (3) Buku (2) Umum (2) Cerpen (1) Komunitas (1) Resensi (1)

Wednesday, June 29, 2011

Lomba dan Pameran Foto Kebudayaan Indonesia 2011

Petunjuk Teknis
Memperebutkan Piala Presiden dan Uang Pembinaan


A. Latar Belakang

Kebudayaan merupakan karakter dan jati diri bagi setiap bangsa. Bangsa Indonesia memiliki keragaman budaya yang tersebar di seluruh pelosok tanah air dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote dengan keunikan dan identitas masing-masing. Keragaman Budaya tersebut harus didokumentasikan dan dipublikasikan kepada masyarakat sehingga timbul peduli untuk melindungi, mengembangkan dan memanfaatkan.

Lomba dan Pameran Foto Kebudayaan Indonesia merupakan wahana yang efektif dalam mendokumentasikan dan mempublikasikan hasil-hasil kebudayaan. Foto di samping sebagai alat dokumentasi juga sebagai media komunikasi visual mempunyai peran yang sangat penting dalam penyebarluasan informasi.

B. Tujuan
1. Memberikan ruang ekspresi dan apresiasi kepada masyarakat pecinta fotografi untuk dapat meningkatkan kreativitas dalam pengambilan objek budaya.
2. Mendorong tumbuhya rasa cinta terhadap hasil budaya bangsa Indonesia baik yang diwariskan nenek moyang , maupun yang sedang berkembang saat ini.
3. Menginventarisasi dan mendokumentasikan keragaman budaya Indonesia yang tersebar di 33 provinsi.
4. Memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat tentang keanekaragaman budaya bangsa Indonesia.

C. Tema

“Wonderful Indonesia”

D. Kategori Peserta Lomba
1. Pelajar
2. Mahasiswa
3. Umum

E. Ketentuan Umum:
1. Lomba ini terbuka untuk pelajar, mahasiswa, dan umum, Warga Negara Indonesia;
2. Tidak dipungut biaya;
3. Karya foto yang dikirim adalah karya ciptaan sendiri, belum pernah dipublikasikan di media cetak skala nasional dan belum pernah memenangkan penghargaan dalam lomba fotografi tingkat nasional atau internasional;
4. Foto yang diikutsertakan dalam lomba adalah hasil foto yang benar-benar dari pemotretan baik menggunakan kamera digital atau kamera analog (kamera film);
5. Peserta diberikan kebebasan dalam memilih objek hasil-hasil kebudayaan bangsa Indonesia yang tersebar di seluruh tanah air;
6. Setiap peserta diperbolehkan mengirimkan maksimal 5 buah karya foto;
7. Olah digital diperbolehkan, sebatas perbaikan kualitas foto tanpa merubah keaslian objek (sharpening, cropping, color balance, dan saturasi warna);
8. Tidak diperbolehkan mengirimkan foto berupa kombinasi lebih dari satu foto atau menghilangkan/mengubah elemen-elemen dalam satu foto;
9. Setiap foto harus dilengkapi identitas diri peserta seperti: kategori, nama fotografer, judul foto, alamat, nomor telepon/hp, e-mail atau secara terpisah dilampiri diskripsi karya dan fotokopi identitas diri seperti kartu pelajar, kartu mahasiswa, KTP, SIM atau surat keterangan lainnya;
10. Hak cipta melekat pada fotografer, namun Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata diberikan hak untuk mempublikasikan semua foto yang masuk ke Panitia untuk kepentingan non-komersial tanpa harus ijin dari pemiliknya. Panitia dibebaskan tuntutan pihak III bila foto digunakan untuk kepentingan komersial;
11. Foto yang dikirim ke Panitia tidak dikembalikan dan menjadi koleksi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata;
12. Tata cara/prosedur pengiriman karya:
Karya foto diperkecil (resize) dengan ukuran sisi terpanjang 1024 pixel, disimpan dalam JPG skala 6, dan dikirim ke Panitia melalui e-mail dengan alamat: lombafotonasional2011@senimedia.org / lombafotonasional2011@gmail.com
13. Pengiriman karya dimulai bulan Juni 2011 dan ditutup tanggal 29 Juli 2011 pukul 19.00 WIB;
14. Dengan mengirimkan karya foto berarti peserta telah dianggap menyetujui semua persyaratan yang telah ditetapkan oleh Panitia;
15. Panitia berhak mendiskualifikasi peserta sebelum dan sesudah penjurian apabila dianggap melakukan kecurangan;
16. Seleksi karya untuk memilih 30 nominator, yang terdiri dari 10 foto kategori pelajar, 10 foto kategori mahasiswa, dan 10 foto kategori umum, pada tanggal 1 Agustus 2011;
17. Para nominator akan diundang ke Jakarta untuk mengikuti workshop dan hunting pemotretan pada tanggal 16 – 17 Agustus 2011;
18. Panitia akan menanggung biaya transportasi peserta (dari daerah asal ke Jakarta P.P.) yang terpilih sebagai nominator, transportasi lokal, akomodasi dan konsumsi selama mengikuti workshop dan hunting pemotretan di Jakarta.
19. Pengumuman pemenang pada tanggal 17 Agustus 2011;
20. Penyerahan hadiah pada tanggal 18 Agustus 2011;
21. Pajak (PPh) hadiah ditanggung pemenang;
22. Keputusan dewan juri mutlak tidak dapat diganggu gugat;
23. Panitia akan memilih 40 karya foto terbaik dari setiap kategori yang layak untuk dipamerkan bersama dengan 30 karya nominator, pemenang Lomba Cipta Seni Pelajar, dan karya-karya foto undangan;
24. Pameran akan dilaksanakan pada tanggal 18 – 20 Agustus 2011 di Jakarta;
25. Untuk informasi Lomba peserta dapat mengunjungi Website: www.senimedia.org
26. Koordinasi lebih lanjut dapat menghubungi:
Pustanto telp. 021 – 5725561, 0811831866.
Yusuf Hartanto telp. 08176011066 atau
Subdit Seni Media, Direktorat Kesenian Gedung “E” Lantai 9, Komplek Kemendiknas.
Jl. Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta 10270. Telepon/faksimili: (021) 5725561, 5725534

F. Hadiah
1. Pelajar mendapatkan hadiah:
o Juara I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 10.000.000
o Juara II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 5.000.000
o Juara III: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 4.000.000
o Harapan I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 3.000.000
o Harapan II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 2.000.000
2. Mahasiswa mendapatkan hadiah:
o Juara I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 15.000.000
o Juara II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 8.000.000
o Juara III: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 6.000.000
o Harapan I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 4.000.000
o Harapan II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 2.000.000
3. Umum mendapatkan hadiah:
o Juara I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 20.000.000
o Juara II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 10.000.000
o Juara III: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 7.500.000
o Harapan I: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 5.000.000
o Harapan II: Piala Presiden, piagam dan uang sebesar Rp. 3.000.000

G. Kriteria Penilaian
• Kesesuaian Tema (isi foto)
• Daya tarik
• Keunikan
• Harmonisasi

H. Juri Lomba
1. Arbain Rambey (Fotografer, Editor Foto Kompas, Jakarta)
2. Darwis Triadi (Fotografer dan Dosen, Jakarta)
3. Ferry Ardiyanto (Fotografer dan Dosen Universitas Trisakti, Jakarta)
4. Goenadi Haryanto (Fotografer dan Dosen, Jakarta)
5. Sri Bimo Seloaji (Fotografer, Jakarta)

LOMBA PENULISAN WARTAWAN THE 19TH INDONESIA INTERNATIONAL MOTOR SHOW

Lomba penulisan wartawan merupakan salah satu acara pendukung pameran Indonesia International Motor Show, yang merupakan satu-satunya pameran otomotif dengan level internasional di Indonesia. Lomba ini ditujukan kepada insan pers baik cetak, online, maupun elektronik yang karyanya tentang industri otomotif sesuai dengan tema yang telah ditetapkan oleh panitia. Karya yang dilombakan adalah tulisan atau liputan yang telah dipublikasikan di media bersangkutan.

LATAR BELAKANG TEMA
Tema Lomba Penulisan Wartawan tahun ini adalah mengenai pameran The 19th IIMS secara umum dengan sub tema IIMS menuju Sustainable Green Technology yang merupakan ajakan kepada semua orang untuk lebih menyadari dan berkewajiban untuk menjaga lingkungan hidup dengan berbagai cara. Dewasa ini, berbagai upaya diterapkan dalam penggunaan teknologi ramah lingkungan, mulai dari teknik produksi kendaraan bermotor, pencarian sumber-sumber energi baru selain bahan bakar fosil, serta pola hidup dalam berkendara. Selain itu, pendidikan dan penyebaran informasi mengenai upaya-upaya ramah lingkungan juga merupakan bagian yang penting dalam rangka meningkatkan partisipasi seluruh pihak dalam menjaga lingkungan kita.
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
SUB TEMA
1. Teknologi hijau yang berkelanjutan
2. Penggunaan teknologi ramah lingkungan
3. Teknik produksi kendaraan bermotor rendah emisi
4. Pencarian sumber-sumber energi baru selain bahan bakar fosil
5. Pola hidup dalam berkendara
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
ELEMEN KARYA
1. Deskripsi masalah
2. Analisis masalah
3. Alternatif penyelesaian/posisi penulis atas masalah
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
KRITERIA DAN BOBOT PENILAIAN
1. Gagasan - originalitas/kebaruan gagasan - bobot 30% (tiga puluh persen)
2. Fakta - kelengkapan dan keakuratan data dan fakta yang tercantum - bobot 20% (dua puluh persen)
3. Struktur - struktur penulisan yang sistematis - bobot 20% (dua puluh persen)
4. Bahasa - pemakaian kata (terutama ketepatan terminologi), tata bahasa, logika bahasa, gaya bahasa, dan kesesuaian penulisan dengan ejaan yang disempurnakan - bobot 20% (dua puluh persen)
5. Gaya Penulisan - pendekatan dalam melihat masalah, gaya pembahasan masalah, serta sifat menarik dan enak dibaca - bobot 10% (sepuluh persen)
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
DEWAN JURI
1. Masmimar Mangiang, Dosen Komunikasi UI
2. RR. Ukirsari Manggalani, Text Editor National Geography
3. M.Teguh Surya, Kepala Dep. Hub. Internasional & Keadilan Iklim WALHI

PESERTA
Wartawan media cetak dan online
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
SYARAT-SYARAT KEIKUTSERTAAN
1. Tulisan atau siaran pernah dimuat di media masing-masing dalam kurun waktu 5 April 2011 sampai dengan 4 Agustus 2011
2. Formulir pendaftaran dan seluruh materi hardcopy dimasukkan ke dalam amplop coklat berupa :
3. Print out naskah tulisan tanpa jilid sebanyak (7 buah)
4. Bukti pemuatan tulisan (1 buah)
5. Kliping artikel di atas kertas putih ukuran A4
6. Fotokopi KTP/SIM yang masih berlaku (1 buah)
7. Fotokopi kartu pers (pers ID) yang masih berlaku (1 buah)
8. Daftar riwayat hidup singkat (1 buah)
9. Foto 4x6 (1 buah)
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
Materi dalam bentuk hardcopy dapat dikirimkan ke :
PT Dyandra Promosindo - Public Relations Division
u.p. Mariana Ulfah
The City Tower 7th Floor,
Jl. M.H. Thamrin No. 81 Jakarta Pusat 10310

Formulir pendaftaran dan seluruh materi softcopy berupa :
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
1. Naskah tulisan dalam format pdf atau Word
2. Bukti pemuatan tulisan, antara lain artikel dalam format pdf atau Word
3. KTP/SIM yang masih berlaku dalam format jpg
4. Kartu pers (pers ID) yang masih berlaku dalam format jpg
5. Daftar riwayat hidup singkat
6. Foto diri dalam format jpg
Materi dalam bentuk softcopy dapat dikirimkan melalui email ke :
iims@indonesianmotorshow.com atau febrianto@dyandra.com
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
FORMAT PENULISAN
1. Isi tulisan atau naskah siaran harus sesuai dengan tema yang telah ditetapkan
2. Tulisan dapat berupa feature, indepth report, dan artikel opini, dengan volume naskah (baik untuk naskah suratkabar, majalah, maupun online media) minimum 500 kata atau 3.300 karakater
3. Tulisan ditulis dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ragam dan kaidah bahasa Indonesia
4. Tulisan diketik 1½ spasi, tipe huruf arial point 14 (untuk judul) dan arial point 12 (untuk teks naskah), ukuran kertas A4, margin semua sisi 2 cm
5. Cantumkan halaman di sudut kanan bawah kertas
6. Tulisan adalah hasil karya sendiri dan tidak/belum pernah diikutsertakan dalam lomba atau sayembara penulisan lain
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
INFORMASI TAMBAHAN
1. Peserta lomba diwajibkan untuk mengisi formulir pendaftaran dan menyerahkannya bersama dengan berkas tulisan yang diserahkan kepada penyelenggara lomba
2. Peserta dapat mengirimkan lebih dari 1 tulisan yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan
3. Tulisan diterima oleh panitia selambat - lambatnya pada hari Jumat, 5 Agustus 2011, pk. 16.00 WIB

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Mariana Ulfah (Nana)
HP. 081283634215, 08816617159,
Telp. 31996077 ext. 333/335,
email : iims@indonesianmotorshow.com
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
Febrianto Kurniawan (Obbie)
HP. 0856 813 5657
Telp. 31996077 ext. 360
email : febrianto@dyandra.com

Pemenang akan diumumkan di website indonesianmotorshow.com pada hari Sabtu, 13 Agustus 2011.
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
Hasil keputusan penilaian juri adalah mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan tidak diadakan komunikasi/konfirmasi tentang hasil akhir penjurian
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
Seluruh tulisan yang diterima oleh panitia tidak dapat dikembalikan
Info Lengkap di : http://infolombaku.blogspot.com/
HADIAH DAN PENGHARGAAN
1. Juara 1 : Satu (1) unit sepeda lipat, uang tunai Rp 6.000.000, (enam juta rupiah), dan piagam penghargaan
2. Juara 2 : Uang tunai Rp 6.000.000, (enam juta rupiah), dan piagam penghargaan
3. Juara 3 : Uang tunai Rp 5.000.000, (lima juta rupiah), dan piagam penghargaan

http://infolombaku.blogspot.com/2011/04/lomba-wartawan-agustus-2011-19th.html

Monday, June 27, 2011

Lomba Cerpen dan Puisi

Lomba menulis naskah cerpen dan puisi tentang "SEPTEMBER"

September, adalah bulan yang penuh suka cita untukku. Ada banyak cerita yang berlabuh dan menyisakan segaris senyum di balik bibirku. Aku pernah memiliki dan kehilangan di bulan penuh cinta itu. Pun pernah tersenyum juga meratap pada bulan yang selalu hadir di tiap tahunku. Dan pada akhirnya, aku ingin September memberikan warna pelangi untukku.
Tahun ini aku ingin menyambut September dengan mengundang para sahabat untuk membuat cerpen atau puis bertema september, dengan ketentuan :

Cerpen :

1. Cerita boleh Fiksi/Non Fiksi berisi tentang apa saja yang berhubungan dengan September, boleh tentang cinta, persahabatan, misteri atau hal lainnya.
2. Naskah diketik di Mic. Word 2003/2007 dengan format TNR12, spasi 1,5. Minimal 4 halaman dan maksimal 10 halaman.
3. Gunakan kalimat yang ringan dan mudah dipahami, dengan tetap memperhatikan EYD dan kaidah penulisan yang berlaku.
4. Kirim naskah ke alamat email : antologi.gado2@gmail.com, dengan format SEPTEMBER_NAMA PENGIRIM_JUDUL.
Contoh : SEPTEMBER_ANI_SEPTEMBER YANG BIRU.
5. Melengkapi naskah dengan biodata narasi maksimal 250kata lengkapi dengan prestasi yang dimiliki, nama lengkap, nama pena dan alamat FB (bila memiliki FB) atau alamat blog (bila hanya memiliki blog)
6. Memposting info Undangan ini di Note FB/Blog masing-masing (hanya info Undangan ini dan bukan cerpen/puisi yang dikirim) dengan meng-tag 20 nama sahabat.

Puisi :

1. Wajib mencantumkan kata September.
2. Puisi diketik di Mic. Word 2003/2007 dengan Format TrebuchetMS 12, Spasi 1,5.
3. Jumlah kata maksimal 300 kata.
4. Kirim naskah ke alamat email : antologi.gado2@gmail.com, dengan format SEPTEMBER2_NAMA PENGIRIM_JUDUL.
Contoh : SEPTEMBER2_ANI_RIAKKU DALAM SEPTEMBER.
5. Melengkapi naskah dengan biodata narasi maksimal 250kata lengkapi dengan prestasi yang dimiliki, nama lengkap, nama pena dan alamat FB (bila memiliki FB) atau alamat blog (bila hanya memiliki blog).
6. Memposting info Undangan ini di Note FB/Blog masing-masing (hanya info Undangan ini dan bukan cerpen/puisi yang dikirim) dengan meng-tag 20 nama sahabat.

Ketentuan lainnya :
1. Naskah ditunggu paling lambat 10 Juli 2011 jam 18.00 WIB.
2. 20 Naskah cerpen dan 50 buah puisi terpilih akan diusahakan untuk diterbitkan di penerbit major. Atau bila tidak memungkinkan, akan diterbitkan secara indie.
3. Jika naskah cerpen dan puisi akhirnya diterbitkan di penerbit indie, maka kontributor tidak mendapatkan royalti, akan tetapi 10 naskah terbaik akan mendapat masing-masing 1 eksemplar buku.
4. 3 Naskah terbaik utama akan mendapat hadiah berupa bingkisan buku dan pulsa yang nominalnya akan diberitahukan lebih lanjut.

Thursday, June 9, 2011


Judul : Mozaik Ingatan
Penulis : Agus Budiawan, Arief Junianto, Eko Darmoko, Finsa E Saputra, FLSF Risang Anom Pujayanto, Itok Kurniawan, Rangga Agnibaya
Tebal : viii + 141 hlmn
......Harga : Rp. 35.100,-
ISBN : 978-602-8597-70-8

Sinopsis:

Buku ini menghimpun beberapa cerpen dari tujuh penulis yang tergabung dalam komunitas CDR. Keseluruhan cerpen yang termaktub dalam Mozaik Ingatan semuanya pernah dipublikasikan media massa mulai dari surat kabar Radar Surabaya sampai dengan Kompas. Cerpen-cerpen terpilih dalam buku ini memperlihatkan perjalanan panjang proses kreatif para penulis yang masih melakukan pencarian bentuk penceritaannya secara terus-menerus.

Keempat belas cerpen yang terkumpul dalam tajuk kumpulan cerpen ini didasarkan pada asumsi: adanya keinginan mendokumentasikan cerpen-cerpen yang tersebar di beberapa media massa. Cerpen-cerpen yang berserakan di halaman media massa tersebut telah menjadi seperti ingatan-ingatan yang berserakan di tempat-tempat terpencil. Ini sekaligus sebagai upaya untuk menyatukan ingatan-ingatan tersebut dalam sebuah ruang bagi keutuhan membaca

Thursday, June 2, 2011

Lagu Daerah Dan Globalisasi


Rek ayo rek,
Mlaku-mlaku nang Tunjungan.....


Tidak asing tentunya, bagi masyarakat Surabaya dengan lagu itu. Hingga kini, lagu itu memang masih sangat dikenal oleh masyarakat, khususnya masyarakat Surabaya sebagai salah satu dari sekian banyak lagu yang merupakan lagu daerah asal Surabaya.
Memang lagu itu mengandung semangat kedaerahan yang cukup kental, mulai dari pemakaian diksi yang berlogatkan Surabaya hingga lirik yang menggambarkan semangat Arek-Arek Suroboyo yang terkenal egaliter.
Sebagai bagian dari perkembangan peradaban, lagu daerah terbilang memegang peranan yang cukup penting. Memang, pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang suka akan keindahan serta keselarasan. Oleh karena itulah, kesenian menjadi hal yang senantiasa menyertai perkembangan peradaban manusia.
Tidak terkecuali juga musik atau tembang. Sebagai salah satu bagian dari kesenian, musik atau tembang merupakan salah satu bagian kesenian yang memang cukup bisa diterima oleh masyarakat. Buktinya, adalah dalam sejarah peradaban manusia, musik menjadi sarana penting dalam upaya aktualisasi diri. Oleh karena itulah tidak heran, jika awalnya, musik muncul sebagai sarana ritual yang bersifat sakral. Hal ini disebabkan bunyi-bunyian yang muncul dari berbagai alat yang diperlakukan secara khusus hingga menimbulkan bunyi, ternyata adalah hal yang menarik sekaligus ‘ajaib’. Inilah yang oleh manusia kemudian dianggap sebagai hal yang bersifat magic. Sejak itu kemudian, bagi sekelompok orang, irama dan nada tertentu dianggap memiliki kekuatan gaib. Sehingga muncul pula
Seiring dengan perkembangan peradaban serta kualitas intelektual manusia, musik pun mengalami banyak sekali metamorfosa. Tidak lagi bermuatan religius dan spritual. Musik menjadi bernuansa lebih profan. Itulah yang memunculkan anggapan bahwa musik itu universal.
Sebagai bagian dari perkembangan jaman, maka era yang oleh masyarakat kini kerap disebut sebagai era modern ini, musik-musik lama yang kerap disebut sebagai musik tradisi dicap sebagai musik kuno dan tidak mampu mengikuti apa kemauan jaman.
Padahal musik tradisi, merupakan identitas asli bangsa ini. Sebab melalui musik tersebut, sejarah dan semangat bangsa tergambar serta dapat dijadikan sebuah motivasi bagi generasi-generasi selanjutnya, sehingga muncul rasa bangga akan bangsa mereka sendiri.
Misalnya, lagu Rek Ayo Rek dan Semanggi Suroboyo yang memang kental dengan nuansa Surabaya. Selain itu juga lagu-lagu dari daerah lain seperti Tanduk Majeng (Madura), Bulan Andung-Andung (Banyuwangi) dan beberapa lagu-lagu daerah lain seperti Bengawan Solo, Gambang Suling, Dondhong Opo Salak, Gundhul Pacul, Lir Ilir, Pitik Tikung, dan lain sebagainya.
Lagu-lagu itu dikatakan sebagai lagu daerah, karena memang kebanyakan menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantarnya. Selain itu, jika diperhatikan lebih detail, musik dan irama yang mengiringi lirik-lirik berbahasa daerah tersebut adalah musik dan irama yang bernuansakan etnik serta lokalitas daerah yang bersangkutan.
Inilah yang kemudian menjadi batasan sebuah lagu dapat dikatakan sebagai lagu daerah. Meski tidak bersifat formal, namun batasan ini secara tidak langsunng telah disepakati oleh banyak pihak, mulai dari musisi, pengamat, hingga masyarakat luas. Mereka seperti secara kompak menganggap sebuah lagu bisa dikatakan lagu daerah jika menggunakan bahasa daerah serta diiringi dengan menggunakan musik khas daerah.
Akan tetapi, kemudian muncul perdebatan, khususnya mengenai musik khas daerah. Bagi sebagian pengamat, dengan dalih multikultural yang dimiliki bangsa ini, kemudian mereka menganggap musik tidak bisa lantas dijadikan batasan bagi upaya identifikasi sebuah lagu daerah.
Hal ini disebabkan, di beberapa daerah, musik tentu saja memiliki perbedaan karakter di masing-masing daerah. Memang, tidak bisa disamaratakan, bahwa musik tradisi, khususnya yang ada di Jawa, pasti menggunakan gamelan sebagai instrumennya.
Dijelaskan oleh Sabar, S.Sn, seorang staf pengajar STKW, masing-masing daerah memiliki karakter dan tradisi bermusik yang berbeda-beda. Dicontohkannya, tradisi bermusik daerah Mataraman tentu sudah berbeda daerah Pandalungan. ”Gamelan Mataraman dengan Pandalungan sudah berbeda nadanya. Ini yang membuat kemudian musiknya terdengar tidak sama,” ujarnya.
Ditambahkannya, musik yang mengiringi sebuah lagu daerah selain merupakan hasil kreatifitas musisinya, juga merupakan tradisi yang pasti akan diteruskan oleh generasi-generasi berikutnya. ”Di Gresik, dan Bawean misalnya. Tradisi musik Duk-Duk tentu akan terus dipakai sebagai identitas lokal daerah mereka. Karena itu sudah menjadi tradisi,” tambahnya.
Selain itu, tidak berbeda dengan pernyataan Sabar, Kukuh Setyo Budi, seorang seniman tradisi juga berpendapat bahwa yang pasti bisa dijadikan batasan lagu daerah adalah hanya aspek bahasa saja. Menurutnya, bahasa daerah yang dipakai seorang musisi dalam lagu-lagunya adalah memang untuk menegaskan bahwa lagu tersebut memang tergolong lagu daerah.
Tuturnya, bahasa daerah merupakan syarat wajib bagi sebuah lagu daerah. Setidaknya, meski tidak seluruh lirik menggunakan bahasa daerah, namun semangat yang mungkin menurut Kukuh bisa dituangkan dalam wujud logat sudah bisa menjadi patron dalam identifikasi sebuah lagu daerah.
Sedangkan musik, baginya yang juga merupakan seorang pencipta lagu daerah, lebih merupakan buah eksplorasi dari seorang musisi. Inilah yang menurutnya, musik yang meruapakan rangkaian dari titi nada tidak bisa dijadikan sebuah batasan bagi sebuah lagu bisa dikatakan sebagai lagu daerah.
Dirinya mencontohkan, pentatonis, sebagai irama yang yang memang mendominasi lagu daerah tidak bisa lantas dijadikan sebagai patokan lagu daerah. Buktinya banyak pula lagu daerah yang memang diciptakan dengan nada dasar pentatonis, bisa dimodifikasi sedemikian rupa menjadi diatonis. ”Dengan tanpa menghilangkan ruh slendro-nya, sebuah lagu daerah bisa lho jadi pelog,” terangnya.
Jadi, sebenarnya, lagu daerah yang memang dikhawatirkan akan luntur ditelan arus modernitas, tentunya tidak akan terjadi. Apalagi melihat kondisi sekarang, yang memang sudah banyak bermunculan lagu-lagu dengan mengangkat tema lokal kedaerahan masing-masing, menunjukkan indikasi bahwa lagu-lagu daerah semakin banyak peminat dan pendengarnya. Ini mirip dengan optimismedari musisi dan pencipta lagu Jawa, Didi Kempot. ”Lagu daerah masuk industri musik, kenapa engga?” ujarnya.

Sang Penulis


Raung sirine ambulans yang diikuti oleh kelip lampu dari atap mobil patroli polisi membuat suasana di rumah petak seluas 2 x 4 meter itu menjadi sibuk. Situasi sibuk berubah menjadi tegang ketika dua orang dokter muda dengan rompi bertuliskan DOKPOL mengeluarkan sebuah usungan usang yang entah sudah berapa liter darah jenazah yang menetes di busa tipis yang menjadi bantalannya.
Pita plastik kuning yang bertuliskan DO NOT CROSS sepanjang lebih dari 5 meter dipasang melingkar di seputar lokasi rumah itu seperti menjadi sebuah pagar besi yang menghalau masyarakat yang semakin penasaran dengan jenazah berlumur darah yang terbaring di ranjangnya itu.
Tak lama, empat orang yang dua diantaranya merupakan dokter muda tadi menggotong sebuah kantung plastik besar berwarna kuning dengan sebuah resleting kokoh tepat di tengahnya.
Terlihat jelas kalau memang darah jenasah itu masih begitu segar. Itu terlihat dari rembesannya yang membuat kantung plastik yang semula berwarna kuning menjadi berwarna aneh, setelah terembesi warna merah darah.
***
Malam seperti pecah berkeping-keping oleh lantunan instrumen musik klasik yang terdengar lembut namun menyayat mengalun. Sepinya malam, menjadi terasa lebih menyayat ketika gesekan biola dan dentingan piano yang terdengar dari komposisi-komposisi Bacht yang keluar dari kedua active speaker yang diletakkannya di samping monitor LCD hitam berdebu.
Demetik tuts keyboard seperti semakin terus beradu dengan lentingan piano, debuman cello, dan sayatan senar biola.
Jarum pendek jam di lengan kanannya menunjuk angka 10. Wajahnya seperti bersinar oleh cahaya yang keluar dari layar datar monitor di depannya. Kedua matanya semakin terpaku pada deretan huruf yang tertata rapi di sana.
“Tak makan dulu kau,” sebuah suara muncul dari ruangan terpisah yang berada di samping ruangan tempatnya sibuk oleh pekerjaannya itu.
”Sebentar. Kalau kutinggal, tak selesai lagi ini cerita,” ujarnya tanpa menoleh ke arah suara tadi.
Sudah hampir tiap malam, dia selalu berada di depan layar LCD-nya. Abjad demi abjad dirangkainya menjadi kata. Kata ditumpuknya dengan kata hingga menjadi sebuah kalimat. Kalimat ditabrakkannya dengan sesama kalimat hingga menjadi sebuah cerita.
”Bukannya cerita-cerita kau itu tak pernah selesai,” teriak suara dari dalam.
Memang, semua cerita yang dibuatnya tak pernah usai. Sebagai seorang penulis amatiran, sebenarnya dia bisa dibilang cukup produktif. Tapi masalahnya hanya satu: pada akhir cerita.
”Sudahlah. Makan dululah kau sini,” teriak suara dari dalam sekali lagi.
Begitu bangganya ia dengan cerita-cerita yang ditulisnya. Sejuta mimpi ia susun di kepalanya saat melihat file-file ceritanya. Mulai dari penerbitan kumpulan ceritanya menjadi sebuah buku, hingga pada bayangan dirinya yang tengah membacakan cerita cerita di depan ribuan penulis dunia dalam sebuah acara penghargaan.
Sebagai seorang penulis amatiran, ia memang berbeda dengan penulis cerita yang seperti dibayangkan oleh anak sekolah. Kening yang mengerut tebal, kacamata tebal, koleksi buku tebal. Dan rekening tabungan dengan saldo hasil uang penghargaan yang juga sudah barang tentu tebal.
Tak pernah ia membaca buku-buku sastra, buku-buku cerita, baik lokal maupun yang kelas dunia. Tak pernah pula ia mengenal teori-teori dan teknik menulis cerita. Tak pernah ia mengenal realisme sosialis seperti milik Pramoedya, tak pernah ia mengenal cerita Kuntowijoyo yang filosofis, tak pernah pula ia mengenal cerita-cerita milik STA yang religi dan moralis.
Baginya, teori yang paling akurat adalah secangkir kopi yang diminumnya saat duduk di warung ujung gang saat sore dan pagi. Baginya, yang paling mempengaruhi ceritanya adalah tetangga-tetangganya, kawan-kawannya, dan tentu saja Arsy, seorang perempuan manis bermata bulat yang selalu setia memasakkannya sepiring telur dadar.
”Makin hari, telur dadarmu semakin sempurna, sayang,” celetuknya usai menyantap telur dadar yang sebelumnya telah siap di atas meja makan.
Sesempurna rajutan kalimat di tiap paragraf yang telah memenuhi kepalanya. Sebuah kejadian tadi siang sudah memenuhi tiap sela otaknya. Jemarinya seperti sudah tak sabar untuk mengacak-acak tuts keyboard hingga menjadi sebuah cerita.
Cerita tentang tetangganya, yang berjarak 5 petak dari rumahnya, seorang ibu muda yang ditinggal suaminya pergi berdinas di daearah perbatasan. Sejak 10 tahun lalu, suaminya yang seorang perwira Angkatan Darat pergi meninggalkannya, ibu muda itu selalu membuka pintu dan menyiapkan makan malam besar di atas meja. Tak pernah ada sepucuk surat atau sedering telepon yang mengabarkan keadaan suaminya. Bahkan komandannya sendiri pun tak tahu dimana suaminya berada.
”Yang kami tahu, kesatuan suami ibu, sudah kami tarik 2 tahun lalu. Tak ada anggota yang terlewat satu pun,” ujar komandan selalu begitu saat dihubunginya melalui telepon.
Kali ini, lantunan biola yang terdengar melantun bukan lagi komposisi milik Bacht, melainkan milik Vivaldi. Meski tidak se-menyayat milik Bacht, gesekan biola pada komposisi Vivaldi mampu membuat suasana kamar yang temaram menjadi lebih muram.
”Akhirnya selesai juga,” ujarnya dengan ragu-ragu.
”Hanya sampai di situ? Sepertinya masalah kau masih tetap saja. Cerita itu belum selesai,” bisik lembut suara perempuan merambati daun telinganya.
Kalau sudah begitu, seperti biasa, malam akan segera berlanjut dengan aroma peluh dan suara lenguh.
Paginya, secangkir kopi hangat, coba diperiksanya koleksi cerita yang telah ditulisnya lebih dari 1 tahun ini.
”Atau jangan-jangan memang beginilah akhir ceritanya,” gerutunya saat membaca satu per satu cerita yang mencapai puluhan itu.
Tanpa ujung cerita. Itulah akhir ceritanya. Seperti ampas kopi di cangkirnya. Mengambang. ”Sebuah ending yang mengambang. Itu kan kebanggaanmu,” suara perempuan itu kembali tiba-tiba terdengar dari balik selimut tebal yang kumal.
Diperiksanya cerita-cerita yang lain. Sepasang mahasiswa yang entah kuliah di kampus mana, yang pasti mereka adalah pasangan yang tinggal serumah tanpa adanya pernikahan.
Pernah suatu malam, yang berlanjut pada malam-malam selanjutnya, pasangan itu tengah bercumbu di kursi dengan kordyn setengah terbuka. Si perempuan terlentang dengan tangan dan kaki terikat di leher kursi. Sebuah Ritual Percintaan. Begitu judul yang ditulisnya.
Begitulah. Cerita-cerita itu seperti tanpa ujung. Cerita-cerita itu hanya terfokus pada klimaks, tanpa ada sebuah penyelesaian terhadap klimaks itu sendiri. Dia pun tak tahu kenapa bisa begitu. Padahal dia sadar sekali, bahwa sebuah cerita hakikatnya memang harus memiliki ujung untuk mengakhiri.
Dia sadar, sebuah cerita memang harus punya ujung untuk mengakhiri dirinya. Sebuah cerita tidak bisa dibiarkan begitu saja lepas tanpa batas. Itulah bedanya cerita dengan realita. Jika cerita harus punya ujung, maka tidak dengan realita. Realita harus tidak berujung. Relita harus tetap berarung. Sebab dengan mengarung, dia tahu arti dari makna realita sebenarnya: bertarung.
”Kalau sudah begini, mana bisa laku itu cerita-ceritamu. Mana bisa kita dapat uang. Mana bisa kita makan. Mana bisa kita bayar kontrakan ini,” suara perempuan itu menyadarkannya, ketika secangkir kopi perlahan mulai membasahi bibir bawahnya.
”Sudahlah. itu urusanku. Kalau kamu sudah tidak sanggup, kamu boleh pergi,” bentaknya kemudian.
Begitulah, seperti cerita-ceritanya, selain begitu saja mengalir, pertengkaran itu seperti pula tak punya akhir. Sudah kesekian kalinya mereka saling pergi. Saling meninggalkan pertanyaan yang memang keduanya merasa tak perlu mencari jawabannya.
***
Beberapa pria berseragam dengan memakai sarung tangan plastik memegang sebuah saput hitam yang telah dioleskan arang. Beberapa wartawan yang telah datang menambah riuh suasana kamar petak itu. Blits kamera yang saling bersahutan keluar dari kamera mereka. Seperti merekam setiap jejak yang tertinggal di sana.
Belasan, bahkan mungkin puluhan warga yang tinggal di sekitar kamar petak itu pun seperti mendapatkan komando untuk segera berkerumun. Mendongak. Mengintip. Mereka saling berbisik.
”Dari keterangan warga, korban yang bernama Bagong Subeki ini memang sempat cek cok dengan pacarnya. Tapi dari barang bukti yang kami temukan, sementara kami menyimpulkan bahwa korban meninggal karena bunuh diri. Lompat dari lantai 5 komplek ini,” tegas salah seorang lelaki berjaket hitam pada beberapa wartawan yang mengerubunginya.
Teras rumah yang bergenang darah. Aroma anyir menusuk seiring dengung lalat-lalat gemuk. Mayat sudah tak ada. Raung sirine ambulans terdengar menjauh. Beberapa lembaran kertas yang berisi cerita-cerita berserak dengan bercak noda darah yang telah mengampas.
Cahaya layar datar monitor komputer yang memancar dengan sebait tulisan di layar putihnya: Terkadang realita adalah cerita. Cerita adalah realita. Jika dalam ceritaku tak kau temukan akhir, mungkin pada realitaku, akan kau temukan itu, dalam bentuk aroma darah yang anyir. Terima kasih, Arsy. Engkau telah meninggalkanku. Sungguh terima kasih. Engkau meninggalkanku. Itulah akhir dari segalanya. Dari cerita sekaligus realita. Salam. Lelakimu. Bagong.

Seni: Sebuah Absurdisme Tanpa Apresiasi


Tidak ada hukuman yang lebih mengerikan daripada sekadar pekerjaan yang tak berguna. Ketika Sisifus dihukum Dewa untuk terus menerus mendorong sebuah batu besar ke puncak sebuah gunung. Dari puncak itu, kemudian, oleh gravitasi, oleh beratnya sendiri batu itu kemudian kembali jatuh ke dasar gunung.1

Adalah sebuah kekonyolan yang sangat repetitif namun sekaligus begitu arif. Atau mungkin sebuah kearifan yang begitu konyol yang sangat repetitif. Sungguh, tak ada istilah yang tepat untuk mengatakan apa yang telah terjadi itu selain absurd.
Jika membuka lelembar kamus leksikan, maka bisa didapat dengan sangat definitif apa itu absurd. Absurd is not reasonable, foolish and ridicoulus.2 Atau secara rinci bisa berarti:
“Absurd is having no rational or orderly relationship to human life: meaningless (an absurd universe). Lacking order or value (an absurd existence). absurdism is a philosophy based on the believe that the universe is irrational and meaningless and that the search for order brings the individual into conflict with the universe”3.
Di sini absurd dapat diterjemahkan sebagai hal yang sungguh tidak rasional dalam hubungannya dengan kehidupan manusia: tiada artinya (alam/dunia absurd). Kurang bermakna atau tidak berharga (eksistensi absurd). Maka absurdisme adalah sebuah filosofi berdasarkan kepercayaan bahwa alam semesta adalah tidak rasional dan tidak berarti dan bahwa pencarian makna membawa seseorang ke dalam konflik dengan alam.
Begitulah, jika merunut kepada bahasa yang lebih tua: Bahasa Latin, maka kata 'Absurd' berasal dari kata 'Absurdus' yang berarti tuli atau bodoh, Ab-surdus.
Dalam sebuah esainya yang berkisah tentang Sisifus, Albert Camus mulai memperkenalkan Absurdisme dalam upaya pencarian makna yang 'sia-sia' oleh manusia, kesatuan dan kejelasan dalam menghadapi dunia yang tidak bisa dipahami, yang tidak memiliki tuhan dan kekekalan.
Lalu, apakah realisasi tentang absurd ini harus selalu dijawab dengan bunuh diri??
Pertanyaan bagus. Namun Camus justru menjawabnya, Tidak. ”Yang dibutuhkan sejatinya adalah pemberontakan dan perlawanan,” ucapnya dalam artikel tersebut4.
Kemudian ia pun membentangkan sejumlah pendekatan terhadap kehidupan yang absurd, dimana bab terakhirnya adalah pembandingannya absurditas kehidupan manusia dengan situasi yang dialami oleh Sisifus, tokoh dalam mitologi Yunani yang dikutuk selama-lamanya untuk terus mengulangi tugas yang sia-sia dengan mendorong batu karang ke puncak gunung, namun pada akhirnya batu itu kembali jatuh, dan ia pun harus mendorongnya lagi ke puncak gunung. Lalu jatuh lagi. Begitu seterusnya.
Dalam esainya itu, Camus menyimpulkan bahwa sejatinya perjuangan itu sendirilah yang telah cukup untuk mengisi hati manusia. Lalu, secara radikal, kemudian ia meminta kepada kita untuk tidak membayangkan bahwa Sisifus menderita dengan keadaanya.”Sisifus cukup bahagia,” ucapnya.5.
Esai filsafatnya sendiri terbit pada 1942, yang terdiri atas 120 halaman dengan judul asli Le Mythe de Sisyphe, yang kemudian diterjemahkan dalam bahasa Inggris oleh Justin O'Brien, yang diterbitkan pada 1955.
Sesuai esai Camus, Sisifus dalam Le Mythe de Sysiphe merujuk dari mitologi yunani karya Homer. Oleh Camus kemudian dideskripsikan sifat-sifatnya secara bijaksana, selalu waspada, namun pada kisah lain ia cenderung menjadi perampok atau pembuat onar.
Hubungannya tentang penculikan Egina, putri dari Aesop, yang membuat para dewa menjadi murka. Pertempuran dengan Dewa kematian. Tentang kesetiaan sang istri yang bertentangan dengan kodrat manusia untuk menguburkan jasadnya, sehingga membuat Pluto memberi ijin kepada Sisifus untuk kembali lagi ke dunia untuk menghukum sang istri, namun Sisifus memberontak pada Pluto Sang Dewa, karena kenikmatan dunia yang akhirnya membuat Sisifus tidak ingin kembali ke alam suram neraka.
Akhirnya Merkurius datang untuk mencabut nyawanya dan ia dihukum kembali di neraka untuk melakukan pekerjaan yang absurd: Mengangkat batu besar keatas gunung, kemudian menggelindingkannya kembali kebawah, untuk selamanya. Pekerjaan yang tidak berguna dan tanpa harapan. Namun pekerjaan yang tanpa harapan itu adalah kemenangannya atas pemberontakannya pada Dewa.
Itulah kebahagiaan dari Sisifus.
Sisifus adalah mitologi yang merupakan metafora dari kehidupan modern saat ini, di mana para pekerja ini tak kalah absurnya dengan kutukan yang dialami oleh Sisifus. Namun ketragisannya hanya muncul di saat mereka sadar akan nasibnya.
Begitu pula di dunia seni. Para seniman terus menerus berkarya apakah itu berupa karya seni rupa, seni pertunjukan, bahkan fotografi dan video art. Membuat suatu karya pasti memerlukan biaya yang tidak sedikit, karena seniman biasanya lebih mengutamakan idealisme. Bagaikan mengangkat sebuah batu besar ke puncak gunung, namun pada saat sang seniman mempertunjukkan hasil karya kepada apreasiator, di situlah saat-saat dia melihat batu besar itu meluncur ke bawah. Di situlah letak kepuasan, terlebih apabila karya tersebut dihargai oleh orang lain baik secara materi maupun non-materi. Namun setelah selesai, dia harus berkarya lagi, dia harus mengangkat batu itu lagi ke puncak gunung.
Seniman, terutama seniman tradisi di Indonesia, tidak bisa dipungkiri belum sepenuhnya memperoleh penghargaan secara profesional dari pekerjaan mereka. Berbeda mungkin dengan seniman-seniman yang sudah memiliki nama besar dan jam terbang tinggi.
Hal ini tak terkecuali, seniman dari seni pertunjukan, seni rupa, termasuk fotografi. Berbeda halnya dengan apa yang terjadi di luar negeri, khususnya di Eropa, Amerika, dan Australia, kesenian, sangatlah dihargai.
Sekadar informasi saja, seorang seniman pertunjukan tari dari Australia, dia bisa menghasilkan pendapatan sekitar Rp. 3 juta (dikurskan rupiah) untuk 1 jam mengajar atau memberi kursus tari, di negaranya. Sangatlah kontras dengan apa yang terjadi dengan apa yang terjadi di negara kita.
Ada yang tahu gaji pengajar tari di sanggar-sanggar tari yang ada di Indonesia? Setahu saya, untuk sebuah pertunjukan Tari Reog Dhodog, sebuah tarian khas daeah Sonopakis, Bantul saja, untuk sekali pertunjukan dengan pemain dan pengiring musik tradisional sebanyak 15-20 orang, bayaran yang didapat hanya rata-rata sekitar Rp. 600.000,00 sampai Rp. 750.000,00. Berarti setiap pemain maksimal hanya mendapatkan bayaran maksimal sebesar Rp. 37.500,00. Sebuah absurdisme yang sangat tidak berapresiatif.

Footnote
1. Camus, Mite Sisifus, Gramedia, Jakarta, 1999. hal 154.
2. Hornby, A.S, Oxford Advanced Learners Dictionary, Oxford University Press, Oxford, 1995, hlm 8.
3. www.universityofliverpool.com.
4. Albert Camus, 2004 The Plague, The Fall, Exile and the Kingdom, and Selected bisa diakses di http://id.wikipedia.org/.
5. http://id.wikipedia.org//wiki/Istimewa:Sumber_buku.