David Hutama saat menjadi pemateri dalam Diskusi Guru Muda di Langgeng Art Foundation, Sabtu (19/7). |
Setidaknya ada 3 hal penting yang harus diperhatikan. Selain harus dikenal terlebih dulu konsep arsitektur, bagaimana proses penciptaannya, serta yang terakhir adalah bagaimana mewacanakan persepsi ruang arsitektur itu dalam sebuah apresiasi seni. Dengan begini, substansi dari arsitektur itu sebenarnya ada pada ruang. Pada tataran inilah, seorang arsitek bisa dicermati gagasannya sebagai seorang seniman juga.
Sebagai subjek, karya aristektural merupakan ruang yang terbentuk oleh keterbangunannya itu sendiri. Sedangkan sebagai objek, karya aristektural adalah sebuah bangunan. Persoalannya kini, kedua hal ini tidak dapat dipisahkan.
Begitu pula terkait kerja proses penciptaannya, pemilihan material menjadi daya kuat yang mempengaruhi karakteristik karya arsitektural itu sendiri. Menurutnya, pemilihan material itu memungkinkan munculnya karakter-karakter penciptaan yang lebih baru. Dari sinilah, ia menganggap kerja arsitektural itu tak ubahnya seperti seorang perupa dalam menciptakan sebuah karya instalasi berukuran besar.
Dalam buku De Architechtura Libri Decem karya Marcus Vitruvius Pollio, pengertian arsitektur memang lebih ditekankan kepada keterbangungan/ketukangan. Lebih tepatnya tentang bagaimana seseorang yang menyandang status sebagai arsitek memiliki kemampuan dalam merangkai material guna menciptakan sebuah bangunan yang megah. Penekanan ini cukup mudah dipahami lantaran adanya batasan teknologi dan materian bangunan yang tersedia.
Pada masa Vitruvius, bisa diduga material bangunan utama hanya meliputi 2 hal saja, yakni bebatuan dan kayu. Dengan 4 iklim yang terdapat di tanah Italia, kayu jelas bukan pilihan material yang baik. Oleh karena itu batu menjadi pilihan utama untuk mendirikan bangunan.
Dari sinilah terlihat betapa mendirikan bangunan itu adalah wilayah bagi orang atau pihak yang memiliki kekuasaan. Hal ini juga terlihat di kawasan Asia. Bangunan candi yang memanfaatkan batu-batu besar jelas tak berdiri begitu saja. Peran massal dan pengaruh kekuasaan menjadi sangat penting dalam proses pendirian bangunan itu (candi). Akan tetapi, khusus dalam hal pembangunan candi ini, kekuasaan yang dimaksud bukanlah kekuasaan dalam arti politis, melainkan pada kekuasaan dalam arti penjaga dogma.
Itulah sebabnya, Victor Hugo dalam The Hunchback of Notredame membahas secara khusus peran arsitektur tersebut. Hugo berargumen bahwa arsitektur adalah penjaga pesan/dogma yang lugas dan terbuka. Namun kehadiran karya-karya tulis/cetak yang dinilai lebih murah, mudah dan cepat, kenyataannya akan mematikan fungsi arsitektur itu sendiri.
Fungsi representasi kekuasaan inilah yang membuat arsitektur kemudian tak bisa dilepaskan dari tradisi dan kebudayaan dimana ia berada. Tradisi dan kebudayaan jelas akan sangat memperngaruhi dimensi keterbangunan dan makna dari arsitektur itu sendiri.
Dicontohkannya adalah karya instalasi bertajuk Instalasi Paviliun Indonesia karya Avianti Armand yang dipamerkan di Venice Biennale 2014. Karya yang berupa instalasi yang memanfaatkan bangunan bekas gudang senjata seluas 500 meter persegi.Dengan bidang kaca yang dipakai untuk membelah ruangan yang remang-remang, ditambah dengan narasi materi yang diproyeksikan di bidang-bidang kaca yang dibiarkan memantul ke arah tanah dan dinding yang kasar, ia menilai karya arsitektural itu adalah pembuktian bahwa sebuah karya arsitektur ternyata mampu menciptakan sebuah ruang yang bisa diapresiasi dalam ranah seni.
Pada akhirnya, dengan meminjam pendekatan reduksi radikal dari Rene Descartes, bahwa yang otentik milik arsitek dan arsitektur hanyalah gagasan dan wujud dari ruang arsitektur tersebut saja. Keterbangunan dari bentuk dan kerapihan dari sebuah pengerjaan detil belum tentu karena gagasan arsitek, dan belum tentu juga menjamin hadirnya arsitektur yang baik.
Akan tetapi, kesadaran dan kepekaan akan dialog tubuh dan ruang, akan menggiring terjadinya ruang arsitektur yang baik. Oleh karena itu, jika arsitektur hendak dipahami sebagai sebuah karya seni, maka sudah jelas ruang arsitektur adalah substansi utama dari seni berarsitektur.**