Pagi itu (6/12) warga sekitar lokasi objek wisata Pantai Glagah kecamatan Temon terkejut dengan alunan suara seruling serta suara snar drum yang ditabuh seiring dengan derap langkah para prajurit pengawal Lombok Abang dan Bregodo Plengkir yang masing-masing mengapit barisan 3 gunungan yang masing-masing disusun dari Wulu Wetu atau palawija dan hasil bumi lainnya, serta padi sebagai simbol makanan pokok masyarakat Jawa dan kain yang biasa dipakai oleh Paku Alam IX.
Sekitar pukul 08.30, setelah menggelar upacara serah terima tumpeng kepada putra Paku Alam IX, Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Danardono, dengan didahului oleh pembacaan doa, barisan pengusung tumpeng yang berasal dari abdi dalem pakualaman dan abdi dalem Girigondo mulai menuju tepi laut di kawasan Joglo Labuhan Pantai Glagah.
Setidaknya lebih dari 100 orang berbaris rapi dengan menempatkan 3 gunungan serta 1 buah tumpeng dan uba rampe lainnya tepat di tengah barisan. Rombongan itu kemudian berjalan sekitar 2 kilometer dari halaman gedung bekas kantor Pakualaman di kawasan Sanggrahan, Desa Glagah menuju ke Joglo Labuhan hingga akhirnya 3 gunungan dan uba rampe itu dilarung di laut selatan.
Barulah, setelah 2 orang abdi dalem pakualaman turun nyaris beberapa puluh meter dari bibir pantai menembus ombak laut selatan yang sepertinya mendadak meninggi, guna melarung masing-masing bagian dari gunungan yang kemudian dibungkus dengan menggunakan kain putih, masyarakat berebut 3 gunungan dan uba rampe itu. ”Itu namanya ngalap berkah,” terang Mas Rio Wirodarmo, 65, seorang tindih prajurit Pakualaman kemarin (6/12) seusai upacara labuhan.
Upacara labuhan itu sendiri, terangnya, adalah upacara rutin yang digelar tiap tahun, tepatnya tanggal 10 sura. Upacara ini adalah rangkaian dari peringatan bulan sura di keraton Pakualaman. ”Dari peringatan tanggal 1 Sura, dilanjutkan tanggal 10 Sura ini dengan labuhan di Glagah ini,” ujarnya.
Dengan menggelar upacara labuhan itu, pihak Pakualaman berharap selain bisa membuang segala kesialan, lantaran disertakannya sukerto, mulai gari guntingan kuku, rambut hingga beberapa hal lain milik keluarga Pura Pakualaman yang diangggap kotor, juga sebagai wujud ungkapan rasa syukur Pakualam IX beserta keluarga terhadap segala rejeki dan kenikmatan yang diberikan oleh Tuhan kepada mereka dan seluruh warga Yogyakarta. ”Selain itu, juga sebagai ungkapan rasa ikhlas Paku Alam IX beserta keluarga untuk memberikan segala yang menjadi miliknya kepada Tuhan,” ujarnya.
Begitu pula dengan putra Paku Alam IX (GBPH) Danardono, saat ditemui seusai upacara tersebut, mengatakan bahwa pihaknya secara rutin tiap tahunnya menggelar upacara labuhan itu.
Upacara labuhan itu, dikatakannya sebagai wujud bakti keluarganya terhadap para leluhur. Selain itu, diungkapkannya pula, sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua yang telah dilimpahkan. ”Acara ini sebelumnya sempat berhenti selama beberapa tahun namun sekarang mulai dilaksanakan kembali untuk melestarikan tradisi,” ujarnya.
Semenatara 2 orang abdi dalem yang melarung di tengah laut berjuang melawan ganasnya ombak laut selatan, ratusan warga mendadak saling berebut 3 gunungan dan uba rampe yang semula masih digotong oleh beberapa abdi dalem.
Salah satunya adalah Saridah, 65, warga sekitar Makam Girigondo, Desa Kaligintung, Kecamatan Temon. Dengan suara tuanya, Mbah Saridah, sapaan akrabnya, mengatakan mengatakan bahwa upacara Puro Pakualaman tersebut adalah upacara yang selalu dinantinya setiap tahun.
Dengan menunjukkan segenggam hasil bumi yang didapatnya dari berebut dengan ratusan warga lainnya, nenek yang datang ke pantai Glagah bersama rombongan abdi dalem dari Girigondo tersebut berharap bahwa hidupnya akan lebih baik di tahun-tahun mendatang. ”Dari hasil ngalap berkah ini, diharapkan akan membuat hidup saya sekeluarga menjadi lebih baik. Biar tidak rugi, sandal saya ini sampai hilang sebelah,” candanya sambil menunjukkan sandal japit hitamnya yang tinggal sebelah.
Begitu pula dengan pertanian yang menjadi sumber sehari-harinya dalam mendapatkan uang. Dengan mendapatkan beberapa hasil bumi, dirinya percaya, jika itu ditanam, akan bisa meningkatkan hasil produktifitas pertaniannya.”Semoga ini bisa menjadi berkah buat saya,” harapnya.