Namamu 1
Segera kupanggil namamu,
tapi senja terus gugur oleh angin,
lalu menjadi peluru yang melesatkan
kilas senyummu, serupa serak daun yang kubersihkan
dari sabana di dadamu
biarkan aku fantasi pada detik beku,
sebab segala ihwal adalah bibirmu
adalah air matamu yang mengeja musimmusim dan waktu
hingga aku terkapar di telapak kaki: kesintalanmu
Jogjakarta, 2011
Namamu 2
begitu mistis, pohonpohon rabun dalam gerimis
ketika detik meledak dalam wirid
matahari dalam bait,
dan namamu,
hanyalah secuil gerhana yang menghidupkan
segala cinta kita: fana
maka, di suatu hari yang kelam
tiuplah sangkakala bersama desah doa
hingga kematian kita,
tak terasa nyata
Jogjakarta 2011
Namamu 3
sisa keringatku, adinda
melekat di leher pualammu
raib, gaib, ketika maut kita saling berpagut
saling bergeletar takut
mungkin hanya namamu yang menyelematkan kita
saat pasir yang getas
menyerahkan jasad kita pada
seratus kesunyian yang begitu lepas
Jogjakarta, 2011
Namamu 4
aku mati bersama rumah kita yang ditelan sunyi
dan bibirmu menyala,
adalah limpahan muara yang dikulum cuaca,
dan kulihat sungai meluap di mata kita
yang selalu sajak di dalamnya tak berhasil kueja
inikah yang kusebut namamu,
ketika mendung mulai terlihat kurus,
dan genangan salju di balik dadamu yang tirus
sebab cinta kita,
hanya dongeng di dasar hutan yang tak pernah terpahamkan
Jogjakarta, 2011
Namamu 5
tembok benteng terasa begitu tebal
pada halimun di matamu yang kekal
karena langit hanya malam
dan langkah kita yang ganjil,
maka pahatkan namamu
pada ingataningatanku yang semu
wahai peziarahku,
aku mengijinkanmu menganyam duka,
meski pada akhirnya kita terasing,
pada apa yang namanya cinta
Namamu 6
sadar, aku sedang berhadapan
dengan senyummu: kenyataan.
fajar dan kesenyapan
yang dibawa jarak dengan kematian
serupa aspal jalanan,
namamu adalah wujud kenangan
yang hanyut dalam selokan
Jogjakarta, 2011
Namamu 7
biar kubingkai biji matamu,
saat kutahbis namamu,
dengan sejumput geludhuk
dan rekah batu menggemuruh
dan maut pelan bergerak
ke arah gelas dengan sisa arak
Jogjakarta, 2011
Namamu 8
mungkin,
aku terlalu luka oleh itu,
seratus kata sunyi, adalah
langkah kita yang terlampau lelah
dan kabut adalah bahasaku,
bahasa cericit manyar, peletik damar,
duh, cinta kita
memang adalah segala
Jogjakarta, 2011
Namamu 9
buang murung dalam senja
dalam matamu,
kerna hanya itu tempat,
untukku mati dengan khidmat,
dan simpan baik ruhku, pada namamu,
sebab segera kuamini rinduku,
menjadi
sebongkah batu
Jogjakarta, 2011
No comments:
Post a Comment