| Salah seorang pengunjung mengamati salah satu karya seni lukis kaca dalam 'Penjinak Kaca' di Tembi Rumah Budaya |
Selama ini seni lukis kaca lebih dianggap sebagai seni rupa tradisi yang stagnan dan tidak dinamis.
Di satu sisi memang benar. Mengingat seni rupa dengan teknik melukis permukaan kaca sejauh ini tak banyak perupa yang menerapkannya, seni lukis kaca juga lebih dianggap sebagai seni tradisi yang tidak kontemporer.
Namun, di sisi lain, anggapan ini tak sepenuhnya benar. Pasalnya, dengan berkembangnya seni rupa di Indonesia, seni lukis kaca menjadi semacam teknik sekaligus genre tersendiri dalam seni rupa yang bisa dimodifikasi sedemikian rupa sehingga terkesan lebih dinamis.
Setidaknya, hal inilah yang ingin ditunjukkan oleh 4 perupa dari 4 kota yang berbeda ini. Dalam pameran seni rupa yang digelar di Tembi Rumah Budaya sejak 11 Juli-11 Agustus 2014 tersebut, keempat perupa, yakni masing-masing Hadi Koco (Surabaya), Ketut Santosa (Bali), Rina Kurniyati (Yogyakarta), dan Nugroho (Magelang) ingin menunjukkan bahwa lukisan kaca kini telah berkembang melampaui kebiasaan, konvensi, dan proses teknik yang selama ini ada.
Menurut Kurator Pameran, Mike Sutanto, hal ini bukanlah sebuah upaya untuk melawan arus. Akan tetapi, upaya keempat perupa itu lebih pada penciptaan 'area' kreativitas sendiri. "Karena mereka tergolong perupa yang konsisten sebagai seorang pelukis kaca," tuturnya.
Meski menampilkan karya sejenis, yakni lukisan kaca, namun keempat perupa itu terlihat menampilkan lukisan dengan masing-masing gayanya. Sebut saja misalnya Ketut Santosa yang lebih menampilkan perpaduan unsur tradisi dengan menggunakan teknik dekoratif. Selain itu, karya Ketut Santosa juga lebih mengarah pada penyuluhan terhadap masyarakat terkait isu-isu sosial seperti misalnya kesehatan.
Sedangkan Hadi Santosa, dengan gaya realisnya lebih menampilkan karya-karya yang memotret segala realita yang ada di sekitarnya. Tak hanya itu, perupa asal Surabaya ini juga menampilkan beberapa karya potretnya, seperti misalnya lukisan Nelson Mandela, dan Sukarno. Sementara perupa tuan rumah, Rina Kurniyati lebih menampilkan karya-karya pop yang superrealistik. Tak heran dalam pameran tersebut, Rina menampilkan beberapa karya berupa lukisan gambar muka sebuah mobil tua.
Begitu pula dengan Nugroho, perupa asal Magelang yang lebih menampilkan karya-karya ekspresif dan terkesan liar. "Uniknya, perupa ini [Nugroho] juga menampilkan karya instalasinya," imbuh Mike.
Intinya, menurut Mike, keempat perupa itu sepertinya memang mengemban misi tersendiri. Sebagai kurator, ia membaca misi itu adalah sebuah upaya pembongkaran makna lukisan kaca yang selama ini dikenal sebagai 'Folksong in Paint' menjadi 'Social/Personal in Paint'. "Inilah yang menyebabkan pameran ini kami beri titel Para Penjinak Kaca," simpulnya.
No comments:
Post a Comment