Label

Seni (14) Features (8) Informasi (8) Budaya (6) Puisi (5) Tokoh (4) Lensa (3) Sastra (3) Buku (2) Umum (2) Cerpen (1) Komunitas (1) Resensi (1)

Wednesday, October 31, 2012

Pintu Malam

nyawa puisi adalah seribu nama air mata,
begitu katamu,
setelah mematikan damar di sudut kamar
lalu, sejarah kembali murung
: mengurung diri dalam ruang mendung

kita pun kemudian sepi,
ketika kau lucutkan segala perlambang di mataku
dan ingatan yang sayup, saat
hujan membuat kelopakmu kuyup

lalu berikan aku
satu ruang kosong dalam sedihmu,
begitu ucapmu, setelah membakar gurat daun di bibirmu yang embun
(sambil membaca jarak

tubuhmu dengan gerimis yang ranum)

Jogjakarta, 2012

Gelap

hanya gumam,
kusadari, betapa cintaku teramat dalam
tersesat dalam matamu yang pualam

sediam ladam

sebab laut di dadamu lenyap, kucari
rahimmu senyap, hanya matahari
dan lantun musik belukar

setua senja

sungguh,
kusadari, betapa rinduku teramat jauh,
ketika kelak,
kunanti kanakmu, bersimpuh

--sebuah hujan yang lumpuh

Jogjakarta, 2012


Memusar

bukit hujan,
ketika kumeninggalkan
desember telanjang
di bawah bunyi kemarau, terakhir

namamu terukir

dalam rimbun suplir
(aku tahu, sebab kau tak merindukanku;

lalu retak tanah

sepenuh kabut, lelah)

membaca rajahmu,
serupa mengeja sajak tentang batu
mengepayangkanku, semua lambang

tentang nafasku yang jelma kupu

mencipta jejak menuju damar di kamarmu

(aku tahu, sebab kau tak pernah merindukanku;

memandangmu dalam diam

pada puncak suar malam)

Jogjakarta, 2012

No comments:

Post a Comment